Google search engine
BerandaBerita NasionalKasus PWI : Organisasi Pers Bisa Jadi Korban Kezaliman Institusi!.

Kasus PWI : Organisasi Pers Bisa Jadi Korban Kezaliman Institusi!.

Infosiberindonesia.com-Jakarta – Babak baru dalam sejarah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah dimulai dengan dikembalikannya kunci kantor PWI oleh Dewan Pers, dan terbitnya Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum Republik Indonesia (Kemenkum RI) yang mengesahkan kepengurusan baru menyusul terpilihnya Direktur Utama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Akhmad Munir sebagai Ketua Umum PWI yang baru.

Namun, di balik serangkaian legitimasi formal ini, akar persoalan yang menggerogoti marwah organisasi PWI justru belum tersentuh dan terus menyisahkan persoalan besar. Organisasi sebesar PWI pun bisa diobok-obok dari pusat sampai daerah hanya karena tuduhan miring terhadap segelintir pengurus pimpinan pusat.

Meskipun segala proses administrasi dan organisasi tampak ‘selesai’ dengan diselenggarakannya Musyawarah Nasional (Munas) dan pengesahan Kemenkum RI, proses pelengseran Ketua Umum sebelumnya, Hendri Ch. Bangun, tetap diliputi oleh cacat fundamental yang melibatkan peran institusi negara dan lembaga pers sendiri.

Penulis tidak sedang membela kehormatan Hendri dan mencampuri urusan internal PWI, namun Kasus PWI ini bukan sekadar konflik internal; ini adalah alarm merah dan preseden destruktif bagi seluruh organisasi pers di Indonesia.

Tindakan penyegelan kantor PWI oleh Dewan Pers dan keterlibatannya dalam memicu dualisme menunjukkan bahwa lembaga yang seharusnya menjadi pelindung kini dapat bertindak sebagai eksekutor yang melampaui wewenang (ultra vires). Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius bahwa Dewan Pers dapat menggunakan pengaruhnya untuk menghancurkan tatanan organisasi pers lain yang berkonflik, bahkan tanpa dasar hukum yang kuat.

Keputusan Kemenkum RI untuk memblokir akses administrasi PWI dan kemudian menerbitkan SK kepengurusan baru—yang lahir dari Munas yang dipertanyakan keabsahan konstitusionalnya—adalah pengesahan formal terhadap proses yang zalim. Hal ini mengirimkan sinyal berbahaya: organisasi pers manapun dapat dihancurkan melalui kolaborasi lembaga pers (Dewan Pers/internal) dan instansi pemerintah (Kemenkum RI), asalkan sanksi inkonstitusional dikemas rapi menjadi penyelesaian administratif.

Legitimasi Semu Munas Baru

Munas yang melahirkan Ketua Umum baru dan SK Kemenkum RI yang mengikutinya adalah produk dari situasi darurat yang dipaksakan. Munas tersebut secara substansi lahir dari rangkaian keputusan inkonstitusional Dewan Kehormatan (DK) PWI yang memberhentikan Hendri Bangun tanpa adanya putusan pengadilan yang inkrah.

Tuduhan korupsi dan penggelapan dana organsiasi adalah hal yang sangat serius dan seharusnya ada pembuktian secara hukum. Masyarakat Pers sejatinya memegang teguh prinsip asaz praduga tak bersalah. Trial by the press seharusnya barang haram bagi komunitas pers nasional.

Hendri bisa saja terbebas dari jerat hukum karena ada yang melindungi atau ada kekuatan yang tak kelihatan memproteksi kasus tuduhan korupsi dan penggelapan dana sehingga polisi menghentikan proses penyelidikan. Namun terlepas dari spekulasi tersebut, yang pasti fakta hukumnya adalah tuduhan terhadap Hendri Ch. Bangun sudah dianulir pihak penyidik Polri.

Inilah intinya: Munas baru, pengesahan baru, dan kunci kantor yang diserahkan tidak menghapus fakta bahwa Ketua Umum PWI dilengserkan hanya berdasarkan tuduhan yang telah dibatalkan oleh Kepolisian karena tidak terbukti. PWI secara keseluruhan dipaksa untuk menerima pengadilan oleh opini publik (trial by the press) dan manuver organisasi, mengorbankan asas praduga tak bersalah demi stabilitas semu.

Kontribusi Kezaliman Dewan Pers dan Kemenkum RI

Dewan Pers dan Kementerian Hukum Republik Indonesia memegang tanggung jawab moral dan struktural atas rusaknya tatanan PWI.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments