
Infisiberindonesia.com-Jakarta — Di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian — mulai dari perubahan iklim, krisis pangan dunia, hingga ketimpangan penguasaan lahan — Indonesia menghadapi pertanyaan besar tentang arah masa depannya. Para ahli agraria menilai bahwa jawaban strategis untuk masa depan bangsa terletak pada keberanian membangun peradaban agraria baru, sebuah paradigma yang menjadikan tanah, pangan, dan keberlanjutan ekologis sebagai pusat peradaban nasional.
Pengamat agraria dan advokat publik, M. Sunandar Yuwono atau yang akrab disapa Bang Sunan, menyebut bahwa masa depan Indonesia tidak boleh lagi bertumpu pada eksploitasi sumber daya tanpa kendali.
“Peradaban Indonesia dibangun dari tanah, air, dan ruang hidup. Jika itu rusak, hilanglah fondasi bangsa. Kita perlu membangun peradaban agraria baru yang menempatkan manusia dan bumi dalam harmoni,” ujarnya.
Mengembalikan Tanah sebagai Sumber Kehidupan
Peradaban agraria bukan sekadar sektor pertanian. Ia merupakan filosofi tata hidup yang memandang tanah sebagai sumber kehidupan, bukan hanya objek ekonomi. Dalam konteks Indonesia, hal ini berarti menata ulang struktur kepemilikan tanah, memperkuat hak masyarakat adat, serta memastikan bahwa ruang hidup tidak dikuasai segelintir elite atau korporasi.
Bang Sunan menegaskan bahwa ketimpangan agraria saat ini merupakan ancaman serius bagi stabilitas sosial dan ketahanan nasional.
“Selama ketimpangan tanah dibiarkan, konflik akan terus terjadi. Peradaban agraria baru mensyaratkan keadilan distribusi tanah dan keberpihakan kepada rakyat,” jelasnya.
Pangan sebagai Pilar Kedaulatan Bangsa
Sebagai negara dengan kekayaan hayati yang melimpah, Indonesia ironisnya masih mengimpor sebagian besar pangan strategis. Dalam peradaban agraria baru, kedaulatan pangan menjadi pilar utama. Ini berarti:
Memperkuat petani sebagai subjek utama, bukan buruh produksi.
Meningkatkan akses lahan bagi generasi muda petani.
Mengembangkan teknologi lokal dan digital untuk pertanian modern.
Melindungi lahan produktif dari alih fungsi yang tidak berkelanjutan.
Kebijakan pangan tidak cukup hanya menyediakan bibit dan pupuk, tetapi harus menciptakan ekosistem yang menghormati tanah sebagai pusat kehidupan.
Ekologi sebagai Fondasi Peradaban
Peradaban agraria baru menempatkan ekologi sebagai fondasi, bukan embel-embel. Dalam paradigma ini, pembangunan tidak boleh merusak sistem penyangga alam seperti hutan, sungai, tanah gambut, dan pesisir.
Indonesia menghadapi ancaman serius berupa:
Degradasi hutan
Kekeringan dan krisis air
Kerusakan tanah akibat tambang
Menurunnya keanekaragaman hayati
Upaya penyelamatan ekologis harus menjadi arus utama kebijakan nasional.
“Ekologi bukan musuh pembangunan. Ekologi adalah syarat agar pembangunan bisa bertahan,” tegas Bang Sunan.
Digitalisasi Agraria dan Lompatan Peradaban
Peradaban baru juga membawa digitalisasi sebagai bagian tak terpisahkan. Sistem agraria digital — mulai dari sertifikat elektronik, pemetaan GIS, blockchain pertanahan, hingga AI untuk prediksi konflik lahan — akan memungkinkan tata kelola tanah lebih transparan dan bebas mafia.
Digitalisasi bukan sekadar modernisasi birokrasi, tetapi lompatan menuju peradaban yang lebih adil.
Pendidikan dan Kesadaran Publik sebagai Mesin Perubahan
Peradaban tidak pernah lahir dari kebijakan saja. Ia lahir dari kesadaran rakyat. Pendidikan agraria, kampanye media, dan aktivisme publik harus menjadi motor transformasi. Tanpa kesadaran kolektif, peradaban agraria hanya akan menjadi wacana elitis.
Bang Sunan menekankan bahwa tanah adalah identitas bangsa dan harus menjadi bagian dari pendidikan sejak dini.
Jalan Menuju Masa Depan Indonesia
Peradaban agraria baru menawarkan visi besar: Indonesia yang kuat secara pangan, adil secara sosial, sehat secara ekologis, dan modern secara teknologi. Ini bukan mimpi utopis, tetapi jalan strategis menuju masa depan yang stabil dan berkelanjutan.
“Bangsa ini lahir dari tanah. Dan masa depannya juga ditentukan oleh bagaimana ia menjaga dan mengelola tanah. Peradaban agraria baru adalah jalan Indonesia menuju masa depan,” tutup Bang Sunan.


