
Oleh: Dr. (c) M. Sunandar Yuwono, SH., MH. — Praktisi Hukum, Aktivis Tipikor, Pengamat Hukum Agraria dan Hukum Publik Bagian ke IV
Infosiberindonesia.com-Jakarta — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan modernisasi pertanian sebagai salah satu prioritas utama dalam mendorong ketahanan pangan nasional. Namun bagi Dr. (c) M. Sunandar Yuwono, SH., MH., atau yang akrab disapa Bang Sunan, upaya memodernisasi sektor pertanian tidak dapat dilepaskan dari persoalan paling mendasar dalam pembangunan agraria Indonesia: struktur kepemilikan tanah.
Bang Sunan menegaskan bahwa teknologi pertanian canggih, digitalisasi lahan, maupun mekanisasi modern hanya akan berdampak optimal apabila negara berhasil menata ulang struktur agraria yang selama ini timpang dan rawan konflik.
Struktur Kepemilikan Tanah Masih Menjadi Tantangan Utama
Sebagai pengamat hukum agraria, Bang Sunan menilai bahwa persoalan ketimpangan kepemilikan tanah masih menjadi hambatan serius dalam upaya modernisasi pertanian. Banyak petani menghadapi lahan yang sempit, status tanah yang tidak jelas, hingga tumpang tindih perizinan antara perkebunan, kehutanan, dan pertanian.
“Reforma agraria tidak boleh berhenti pada sertifikasi tanah. Ia harus menyentuh struktur kepemilikan dan akses. Tanpa itu, modernisasi pertanian hanya akan menguntungkan segelintir pihak,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Prabowo membutuhkan strategi yang komprehensif untuk menekan potensi konflik agraria yang kerap menghambat investasi maupun pengembangan teknologi pertanian.
Modernisasi Pertanian: Peluang Besar, Risiko Besar
Bang Sunan melihat bahwa peluang modernisasi pertanian di era Prabowo sangat besar, terutama dengan dorongan pada: mekanisasi dan alat pertanian modern, penggunaan data spasial dan teknologi satelit,
sistem irigasi cerdas, serta pengembangan benih unggul dan pertanian presisi.
Namun di balik peluang tersebut, terdapat risiko jika modernisasi dilakukan tanpa memperhatikan aspek sosial dan hukum.
“Teknologi bukan solusi jika petani tidak memiliki akses lahan, tidak dilibatkan dalam proses, atau justru kehilangan ruang hidup akibat ekspansi proyek besar. Modernisasi harus berpihak pada rakyat,” kata Bang Sunan.
Reforma Struktur Tanah Sebagai Fondasi
Bang Sunan menilai bahwa pemerintahan Prabowo memiliki momentum untuk melanjutkan reforma agraria dengan pendekatan yang lebih substantif. Menurutnya, ada tiga agenda penting yang harus diprioritaskan:
Redistribusi lahan yang lebih merata, terutama untuk petani kecil dan masyarakat adat.
Penertiban kawasan dan perizinan, termasuk penyelesaian konflik agraria secara transparan dan berbasis hukum.
Integrasi data pertanahan nasional, agar kebijakan modernisasi tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat lokal.
“Reforma struktur tanah adalah prasyarat. Jika tanahnya jelas, petaninya sejahtera, maka teknologi dapat bekerja dengan maksimal,” ujar Bang Sunan.
Sinergi Kebijakan untuk Pertanian Masa Depan
Menurut Bang Sunan, Prabowo memiliki peluang membangun sistem pertanian modern yang mampu bersaing secara global. Namun keberhasilan tersebut mensyaratkan integrasi kebijakan antara Kementerian Pertanian, ATR/BPN, KLHK, dan pemerintah daerah.
Ia menegaskan bahwa pertanian masa depan harus menjadi perpaduan antara kepastian hukum agraria, keadilan akses, dan inovasi teknologi.
“Pertanian modern hanya akan kuat jika fondasi agrarianya kokoh. Di era Prabowo, inilah waktu terbaik untuk menjalankan reforma struktur tanah secara nyata,” pungkas Bang Sunan.


