
Infosiberindonesia.ckn-Pohuwato – Dua penambang rakyat, Risman Abdul Azis (32) dan Arfan Sumaila (36), meninggal tertimbun material tambang pada Kamis (30/10/2025) di Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato.
Peristiwa ini menciptakan efek domino bukan hanya soal duka, melainkan mendorong lahirnya pertanyaan hukum yang lebih besar:
siapa yang bertanggung jawab atas lokasi tambang yang diduga ilegal tersebut, dan kenapa sampai hari ini belum tersentuh pemanggilan resmi?
Di lapangan, nama Ferdi Mardain muncul sebagai sosok pemilik lokasi. Informasi ini bukan bersumber dari satu arah, melainkan terkonfirmasi dari beberapa titik penelusuran warga serta jaringan penambang.
Namun, belum ada keterangaan resmi apakah Polres Pohuwato sudah membuka pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Dalam penyelidikan media, seorang narasumber yang tak bersedia disebutkan identitasnya menyampaikan bahwa Ferdi disebut memiliki kedekatan dengan figur bernama “Aba Muku”, sosok yang diketahui menguasai rantai tambang non-formal.
Tak berhenti sampai di situ.Sumber tersebut juga mengaitkan adanya dugaan bekingan yang berlapis:
“Saya dengar ada mantan TNI inisial A, dan ada juga oknum TNI aktif inisial T,” ungkap sumber tersebut.
Narasumber bahkan menyebut, persoalan seperti ini bukanlah kasus tunggal, namun pola lama yang berulang.
ini membuat fokus publik kini hanya satu:
Posisi Polres Pohuwato berada di tengah pusaran keraguan dan tuntutan transparansi.
Karena tragedi Bulangita ini bukan tentang kontur tanah yang longsor,
tetapi soal struktur hukum yang diuji.
Jika pemilik lokasi tambang ilegal tidak diperiksa, maka publik perlu mengetahui alasannya.
Apakah karena:data aset belum disita?status kepemilikan belum ditegaskan? atau karena dugaan backing power yang disebut-sebut menguat selama ini?
Polres Pohuwato memiliki titik krusial di proses ini, bukan sekadar formalitas berita acara pemeriksaan.
Tragedi ini telah merenggut nyawa dua pekerja yang pulang sebagai jenazah, bukan pekerja yang menuntaskan shift.
Jawaban hukum atas siapa yang bertanggung jawab tidak bisa ditunda terlalu lama.
Karena hukum yang ditunda, di mata publik, sering terlihat sama dengan hukum yang dikalahkan. (**)


